Sunday, September 29, 2013

[Berani Cerita #29] Rokok Terakhir

"Sesungguhnya Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang, maka bertaubatlah atas kesalahan-kesalahanmu. Jangan berpikir untuk menunda-nunda taubat, tidak ada yang pernah tahu kapan kita akan mati." 

Sudah menjadi ritualku untuk melaksanakan shalat tepat waktu setiap asar, karena aku begitu terpesona dengan ceramah ustad yang karismatik ini.

"... setelah taubat ya jangan diulang lagi. Misalnya setelah bertaubat karena mencuri ya barang di kembalikan ke pemilik dan meminta maaf."

"Kalau merokok Ustad? Apa harus minta maaf ke semua yang sudah menghirup asap rokoknya supaya diampuni? Hii …, mau bagaimana minta maafnya kalau asapnya beterbangan ke mana-mana. Apalagi kalau yang menghirup asapnya sakit kemudian mati."  Suara perempuan itu membuat para jamaah laki-laki menoleh ke belakang.

Mukaku mengencang,  “Perempuan menyebalkan, membawa-bawa rokok segala!” desisku sambil meninggalkan mushala, aku tak mau mendengar apa jawaban Ustad kali ini.

******

credit




Kantin di basement kantor sepi saat jam pulang kantor. Aku pesan segelas kopi dan menghisap rokokku pelan. Rasanya nikmat sekali. Sekelebat pikiranku kembali ke pertanyaan perempuan di mushala seminggu lalu. Ah, peduli amat dengan dengan perempuan yang menolak cintaku 2 bulan lalu, rasa benciku semakin menggunung.

“Kapan engkau berhenti merokok? “  Suara perempuan itu membuyarkan lamunanku.

“Apa pedulimu?” Kukatupkan gerahamku menahan marah.

“Kamu tahu kenapa aku menolakmu?”

“Aku tak peduli!” Kupalingkan wajahku darinya.

“Dengar, ayahku meninggal karena rokok, ibuku meninggal karena menghisap terlalu banyak asap rokok. Seandainya engkau tidak merokok, aku tak akan pernah menolakmu. Aku tak ingin nanti anak-anakku bernasib yang sama denganku.”

“Apa? Maksudmu kalau aku tidak merokok kamu mau menikah denganku?”

Kulihat anggukannya pelan dan wajahnya menunduk.

“Aku berjanji ini rokok terakhirku!” Aku matikan rokok dan kekeluarkan sebungkus rokok yang tersisa. Satu persatu batang rokok itu kumasukkan ke dalam gelas kopiku,

******

“Maafkan aku, aku bersalah telah membohongimu, aku dan rokokku membunuh engkau dan calon anak kita. Aku berjanji kali ini aku tak akan pernah merokok lagi seumur hidupku," suaraku lirih sambil terisak.

Aku memang tak lagi merokok sesesering dulu tapi sesekali aku akan bersembunyi menghabiskan sekotak rokokku. Hari itu aku melakukannya, hampir 2 jam aku bersembunyi di ruang atas hanya untuk merokok dan aku tak mendengar teriakanmu memanggilku.

Seharusnya aku menjagamu seperti pesan dokter,  kondisi kehamilan kedua yang lemah ini, membuatmu harus membatasi gerakan. Engkau terjatuh saat mencoba menenangkan anak kita yang tiba-tiba rewel, kepalamu terantuk ujung meja dengan sangat keras.

Aku tergugu disamping potret pernikahan kita. Aku tak menduga rokok itu merengut nyawa kekasih hatiku. Dosaku menggunung. Kesadaranku terlambat, aku membuat sejarahmu berulang.

Diikusertakan dalam tantangan BeraniCerita dengan tema : puntung rokok

8 comments:

  1. Penyesalan memang selalu datang terlambat ya :((

    ReplyDelete
  2. hiks.... ditinggal dua orang

    ReplyDelete
  3. jleb... mantab buat iklan anti rokok ni mak.

    ReplyDelete
  4. tapi abahku juga masih merokok sih :(

    ReplyDelete
  5. Kenapa sholat tepat waktunya pas ashar doang? Kenapa ngegambarin seolah-olah perokok pasif lebih gampang mati daripada yg aktif? Kenapa? Kenapa gue banyak nanya?

    Hiks.. Sedih! ;-(

    ReplyDelete
  6. soalnya kalo dhuhur pas jam maksi hihihihi, Berdasar penilitian kan emg perokok pasif 3x lipat lebih bahaya dr perokok aktif -- ini sih kata dokter :D

    ReplyDelete
  7. hm, harus berfikir ulang untuk mengulang merokok :)

    ReplyDelete