"Bang, bantuin Dewi mengepak baju-baju ya, badan Dewi
sudah pegal-pegal. Tapi jangan asal, Dewi tidak mau baju-baju ini kusut." Dewi masuk sambil
membawa setumpuk pakaian yang sudah terlipat rapi.
Rumah orang tua Dewi saat ini sudah mulai sepi
seteleh 4 hari lamanya ramai dengan hiruk pikuk sanak kerabat yang menghadiri acara
pernikahannya.
"Bang, apa mesti kita pindah hari
ini? Kata Simbah rumah yang akan kita tempati auranya masih jelek, sudah lama kosong
pula. Apa tidak menunggu Simbah membawa orang pintar dulu? Kalau nanti ada jin yang mengganggu bagaimana dong Bang?" kata Dewi dengan nada cemas.
"Aduh neng geulis, cintanya Abang,
berdoalah sayang, supaya tidak ada hal-hal buruk. Lagian Abang mana tahan tidur
di luar pisah sama istri Abang. Kamar di rumah ini cuma tiga, kapan dong
malam pertama kita." Thoyib mengerling penuh godaan." Lagi pula rumah
itu memang sudah kita bayar kontrakannya sejak sebulan lalu, malah sudah kita
isi dengan sedikit perabot, supaya cocok buat kita berbulan madu."
"Aduh Abang ini genit sekali!"
Dewi melempar bantal tepat ke muka suaminya sambil tersipu malu.
*******
"Thoyib, mbok mengko telung dino maneh sing pindah, nunggu koncone Simbah. Kabare omahmu kae sok ana mambu wangi-wangi sing aneh nek wayah wengi," bujuk Simbah
menahan keberangkatan cucu menantunya.
Thoyib menggelengkan kepala. "Mboten Mbah, nyuwun pandonganipun kemawon."
"Bang Thoyib sudah nggak tahan Mbah. Sudah hari keempat tapi belum juga bermalam pertama." Goda Ipang adik Dewi.
"Tapinya rumah itu kan masih angker…”