Awan hitam berarak, angin mulai berhembus kencang, beberapa kali
cahaya kilat serasa membelah bumi. Suara gelegarnya terdengar seperti hendak
meluluhlantakkan bumi. Aku sungguh benci suasana seperti ini, apalagi di tempat pedalaman seperti ini. Hujan mulai jatuh, bulir-bulirnya serasa hendak merobek terpal
jeep kuno yang kutumpangi.
“Apa tidak bahaya kalau kita melanjutkan perjalanan saat
ini?” Wajahku mulai pucat pasi.
“Kita tidak punya pilihan dokter, hari semakin gelap, apabila
berhenti saya khawatir akan lebih sulit mencari jalan pulang.”
Tanganku mulai dingin, jantungku berdegup kencang. “Tapi hujan semakin lebat, saya
rasa akan sulit melihat ke depan sana.”
Tiba-tiba mobil berhenti mendadak .“Tunggu sebentar,
rasanya ada pohon roboh di depan sana. Dokter tinggal di sini saja, jangan
keluar.” Tanpa ragu dia membuka pintu dan berlari menembus lebatnya hujan.
"Sungguh pemberani dan gagah," gumamku pelan.
“Kita harus ambil jalan memutar, saya tidak mampu mengangkatnya.” Dia muncul sesaat kemudian, sekujur badannya
basah kuyup.
Kulepas jaketku dan kuangsurkan kepadanya. Dia menolaknya
“Terima kasih dokter, saya tidak apa-apa.”